Karya ilmiah
Karya
ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan
secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk
memberitahukan sesuatu hal secaralogis dan sistematis kepada para pembaca. Karyailmiah
biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk
membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan.
Karya ilmiah tentang Anarkisme
Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
Apa
yang benar-benar terjadi pada masyarakat juga sama benarnya dengan apa yang
terjadi pada sekolah-sekolah. Makna istilah “pendidikan” itu sendiri makin lama
makin controversial. Lebih banyak dan makin banyak lagi kegiatan-kegiatan
tentang pendidikan yang telah teruji waktu kini dikaji ulang dan
dipertimbangkan kembali, akibatnya perdebatan terhadap tujuan-tujuan yang lebih
besar dalam pendidikan kini tidak lagi menjadi hal yang tersisih dipinggiran,
yang jarang dipakai dipertimbangkan. Ia kini memiliki status sebagai prioritas,
sebagaimana mustinya sejak awal, yakni di jantung kurikulum pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
Anarkisme Dan Tradisi Liberal
Kaum
anarkis akan berbeda pandangan dari kaum liberal lainnya (liberalis dan
liberasionis) dalam dua hal mendasar :
(+)
Bagi kaum anarkis, individu adalah secara deskriptif berada di bawah masyarakat
(dalam arti psikologis atau developmental) karena individu ditentukan, pada
intinya, oleh kenggotaan sosialnya. Disisi lain, individu secara preskriptif
lebih tinggi kedudukannya (superior) ketimbang dalam masyarakat (dalam arti
filosofis murni), dan ia menjadi benar-benar manusia serta mencapai perwujudan
diri ketika ia melampaui perintah-perintah atau keharusan-keharusan
(imperative) masyarakat terorganisir itu secara menyeluruh.
Dengan
kata lain, bagi kaum anarkis, kenyataan bahwa masyarakat terorganisir
belakangan lebih diutamakan ketimbang ungkapan-ungkapan diri individual adalah
tepat dalam kenyataan, namun tetap saja situasi itu pantas diselesaikan,
lantaran secara objektif individu mampu memantulkan perilaku moral secara
langsung tampa dipaksakan, dan perilaku semacam itu tidak butuh kekangan atau
kontrol sosial dari luar.
Sebagaimana
para anarkisme melihatnya, manusia secara ilmiah bersifat sosial, secara
alamiah ia memerlukan orang lain dan ia secara aktif cenderung bekerja sama
dengan orang-orang lain itu dalam cara rasional dan konstruktif, di atas
landasan yang murni bersifat sukarela. Kesulitannya mucul terutama dari
kenyataan bahwa masyarakat tak terceraikan lagi, diidentifikasikan dengan
lembaga-lembaga serta proses-proses politik, yang secara otomatis memerosotkan
kedudukan individu menjadi sekedar sebuah fungsi dari kelompok. Maka, makin
lama individu makin lama terlembagakan. Otomi personalnya sudah dirampas
darinya, dan ia telah dikekang secara langsung, lewat kekuasaan pemaksa, secara
tidak langsung lewat pembelajaran (sosialisasi) upaya ini mematuhi
aturan-aturan dari luar dirinya dan taat kepada kendali-kendali yang dipegang
oleh agen-agen politik pra-kemapanan. Kendali-kendali itu nyatanya berfungsi
untuk menjadikan indifidu makin
berkurang bertanggung jawab (dan lebih pasif), makin kurang rasional (dan lebih
reaktif), serta makin kurang sosial (dan lebih patuh).
(+)
Masyarakat (dan kebudayaan) sama-sama diperlakukan dan baik. Namun negara, yang
mencaplok dan membawakan individu pada organisasi-organisasi pra-penentu serta
lembaga-lembaga yang berfungsi untuk
melestarikan sebuah corak perilaku tertentu melalui jangka waktu tak
terbatas, sustinya tidak disamakan dengan masyarakat.
Negara
bisa dihapus, bisa dibuang, pada umumnya ‘obat-obat’ otoritarian yang
ditawarkannya untuk ‘menyembuhkan’
kekacauan malah cenderung untuk
menciptakan penyakit-penyakit yang menjalar diantara rakyat, yang lebih
para jika dibandingkan dengan kekacauan-kekacauan yang mereka rancang
untuk dikoreksi atau dibetulkan itu.
Dalam upayanya untuk membelajarkan
manusia, negara malah menjadikan manusia yang tak manusiawi, dengan cara
melucuti kemampuan serta kecendrungan untuk
berfikir serta bertindak bagi dirinya sendiri.
Pendidikan versus persekolahan
Bagi
kaum anarkis, pendidikan yang dipandang sebagai sebuah proses yang harus ada
untuk belajar melalui pengalaman sosial
alamiah manusia sendiri jangan sampai dicakaukan dengan persekolahan, yang
hanyalah sebuah corak pendidikan dan yang hanya merupakan kaki tangan negara
otoriter. Dengan merosotkan tanggung jawab personal, negara dan persekolahan
membuat anak-anak jadi tak bisa dididik dalam arti pendidikan yang sejati;
mereka membantu membawahkan pendidikan sejati dan meninggikan apa yang hanya
sekedar pelatihan.
Sekolah,
sebagaimana negara sendiri, diadakan terutama untuk mengatur kebutuhan-kebuthan ciptaannya
sendiri. Kita memerlukan sebuah perobohan lembaga-lembaga
deinstutisionalisasi-yang radikal, termasuk perobohan lembaga persekolahan
(deschooling). Dalam sebuah masyarakat yang terdesentralisasikan,
terdeinstitusionalisasikan, rakyat akan dikembalikan kepada diri mereka
sendiri, kepada sebuah dunia yang disederhanakan secara radikal, yang terdiri atas sebuah hubungan
“aku-engkau’ (i-thou) yang didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan yang jauh lebih
sedikit, atas semangat hidup yang jauh lebih besar, peningkatan rasionalitas,
dan adanya sejenis moralitas sejati yang berdasarkan tanggung jawab personal
yang tercerahkan. Dalam dunia semacam itu, yang politis akan diubah menjadi
yang antar personal, kerjasama dalam ruang lingkup yang bisa ditangani akan
menggantikan penyesuaian diri yang dipaksakan terhadap kekuatan-kekuatan tanpa
nama yang sesungguhnya adalah milik pemerintah.
Corak Dasar Anarkisme Pendidikan
Ada
tiga corak dasar anarkisme pendidikan. Berdasarkan pandangan-pandangan yang
paling menonjol, ketiganya dapat dinamai masing-masing sebagai berikut:
(+) Anarkisme taktis
Kaum
anarkis taktis merasa bahwa masyarakat mendidik individu secara jauh lebih
efektif jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah dan sejenisnya.
Sejalan
dengan itu, mereka merasa bahwa problema-problema pendidikan yang nyata dizaman
kita adalah problema-problema sosial seperti misalnya, kemiskinan, rasisme, dan
peperangan-persoalan-persoalan yang juga berfungsi untuk membuat mayoritas anak dibekukan di
tingkat-tingkat motivasional yang ada di bawah tingkat-tingkat yang diperlukan
bagi pelaksanaan pendidikan yang efektif di sekolah-sekolah.
Maka,
hal paling mendidik yang bisa kita lakukan adalah memusnahkan sekolah-sekolah
itu sekalian. Kita bisa menggunakan kekayaan besar yang sekarang ini kita
hambur-hamburkan untuk membiayai sistem
pendidikan formal yang tidak efisien dan otoriter itu untuk kita pakai membetulkan atau mengoreksi
persoalan-persoalan keadilan sosial yang lebih mendesak, yang pada puncaknya
menjadi titik tolak bagi kemungkinan adanya pendidikan sejati bagi anak-anak
kita.
(+)
Anarkisme revolusioner
Kaum
anarkis revoulisioner menganggap sekolah-sekolah sebagai alat (dari) budaya
yang dominan. Lantaran itu, sekolah bukan saja tak berguna sebagai gugus depan
pembaharuan/perombakan sosial yang punya arti penting. Sekolah-sekolah itu
nyatanya malah menjadi para penjaga gerbang utama status quo, kemapanan.
Sebagaimana
kaum anarkis revolusioner melihatnya, saat ini sekolah-sekolah diprogram
untuk menghasilkan para
produsen-konsumen yang patuh, yang kemudian akan melayani dan mendukung sebuah
sistem kontrol-kontrol sosial yang menindas. Cara paling efektif untuk melaksanakan revolusi sosial yang lebih jauh
lagi adalah dengan mengenali dan mengakui lembaga-lembaga pendidikan kita
sendiri sebagai agen-agen patologis (penyebar penyakit) yang mereproduksi
sistem yang sakit, serta untuk bangkit
dan mengenyahkan sekolah-sekolah.
Pola
tindakan semacam itu akan menjadi satu-satunya langkah terpenting untuk menuju ke arah perubahan sistem yang ada
sekarang serta memapankan sebuah masyarakat baru yang tercerahkan, dimana
diharapkan nantinya akan lahir sekolah-sekolah baru yang penuh makna.
(+) Anarkisme utopis
Kaum
anarkis utopis menganggap bahwa, dalam budaya kita saat ini, kita hidup di
depan pintu masyarakat utopian paska-industri yang dicirikan oleh kemakmuran
dan kesenangan bagi semua orang. Jenis masyarakat dimana hanya sejumlah kecil
terlatih yang diperlukan demi mempertahankan sebuah sistem produksi yang nyaris
sepenuhnya otomatis.
Sejalan
dengan itu, sekolah-sekolah kita, yang diadakan terutama untuk memaksa orang-orang untuk memikul peran-peran kekaryaan (pekerjaan)
yang berguna secara sosial dalam keseluruhan aparat industrial, tak perlu ada
lagi. Orang kini bbeas untuk
belajar demi dirinya sendiri, secara sukarela, berdasarkan minat spontannya
sendiri. Jika orang-orang itu kita biarkan
saja, sebagian dari mereka-dalam jumlah
yang memadai-akan secara alamiah memilih untuk mempelajari hal-hal yang diperlukan oleh
masyarakat dan yang tidak bisa dikerjakan secara lebih baik oleh mesin-mesin.
Dan mereka yang memilih untuk melakukan
pekerjaan tertentu berdasarkan kerelaannya sendiri lebih mungkin bekerja dengan
hasil yang lebih baik dan lebih produktif ketimbang mereka yang dipaksa untuk
bekerja, melawan kecenderungan atau minat alamiahnya.
Singkatnya,
dibawah anarkisme, akan ada cukup banyak
orang yang secara spontan akan ingin melakukan sejumlah tugas keperluan sosial
untuk mengenyahkan perlunya meneruskan
jenis paksaan terlembaga atas perilaku manusia. Saat itu kita telah memasuki
era paska sekolah.
Kesulitan dalam Membedakan Corak
Anarkisme
Percabangan
anarkisme pendidikan sulit dicontohkan disini karena beberapa alasan :
Pertama,
perbedaan antara kaum anarkis yang taktis, yang revolusioner, dan yang utopis
pada dasarnya hanyalah pembedaan konseptual, yang tersirat, tetapi tidak secara
langsung dinyatakan, dalam tulisan-tulisan kaum anarkis dibidang pendidikan.
Kedua,
masih berkaitan dengan itu, adalah kenyataan bahwa selagi kaum anarkis utopis
mungkin menginginkan sebuah masyarakat yang tak terlembagakan (yang
terdeinstitusionalisasikan) dalam teori, namun mereka sadar bahwa sasaran ini
sangat sulit dicapai. Sebagai konsekuensinya, banyak ornag yang cenderung
mendukung sebuah sikap otupis bersedia untuk
mengakui bahwa, dalam kondisi-kondisi yang ada sekarang, adalah lebih
baik jika anarkisme pendidikan dipakai sebagai sebuah strategi untuk mendesakkan perubahan sosial yang diperlukan,
didalam sistem yang sudah ada. Atau, anarkisme pendidikan difungsikan
untuk mengembangkan serangkaian lembaga
sosial yang lebih adil di masa depan yang sudah dekat ini (bukan dikelak
kemudian hari), ketimbang ia dipakai sebagai sebuah dalil ideologis yang
diterpakan dengan semangat semuanya atau tidak sama sekali.
Dengan
kata lain, bahkan kaum anarkis utopis kerapkali menerima sebuah hirarki
pilihan-pilihan anarkistis dimana kebaikan tertinggi adalah masyarakat tak
terlembaga, namun dimana sang anarkis juga bersedia menerima (setidak-tidaknya
untuk sementara waktu) penghapusan
sekolah-sekolah sebagai landasan bagi perbaikan/koreksi atas persoalan-persoalan
sosial yang ada, atau untuk
mengembangkan sebuah negara terlembagakan yang lebih berkemanusiaan.
Maka, secara ironis, tulisan-tulisan Ivan Illich mungkin bisa dijadikan contoh
terbaik bagi seluruh cabang anarkisme pendidikan, karena Illich memiliki
simpati yang mendalam terhadap potensi-potensi reformis maupun revolusioner
dari gerakan perubahan sekolah-sekolah, meski Illich sendiri tampak sebagai
seorang anarkis utopis.
Akhirnya,
apa yang memisahkan ketiga corak anarkisme di atas pada dasarnya adalah
pertanyaan tentang maksud atau niat.
Bagi
kaum anarkis taktis, penghapusan sekolah-sekolah menyediakan akses ke kekayaan
yang selama ini dipakai untuk membiayai
aparat persekolahan yang boros dari tangan mereka untuk digunakan demi tujuan memperbaharui kondisi
sosial di dalam sistem yang sudah ada.
Bagi
kaum anarkis revolusioner, penghapusan sekolah-sekolah secara efektif
menghancurkan batu penjuru dari bangunan sistem yang ada, dan karenanya
menebarkan benih jenis revolusi sosial yang perlu demi membukakan era baru
dalam sosialisme demorkatis.
Bagi
kaum anarkis utopis, penghapusan sekolah-sekolah bukan hanya merupakan cara
mengefektifkan pembaharuan/perombakan yang perlu diadakan, melainkan juga
menjadi salah satu pembaharuan kunci yang harus dicapai, karena tujuan
tertingginya adalah untuk menciptakan
sebuah masyarakat yang tak terlembaga, secara terus menerus melampaui diri dan
memperbaharui diri, dimana pengaturan-pengaturan sosial yang perlu diraih
melalui kerjasama yang bebas berdasarkan kebutuhan timbal balik.
Kaum anarkis utopis tidak menentang persekolahan.
Ia secara keras menentang lembaga-lembaga yang melestarikan diri sendiri yang
memaksa orang untuk mempelajari hal-hal
tertentu dengan cara-cara tertentu dan di saat-saat tertentu. Bagi kaum utopis
ini, pendidikan tidak bisa disamakan dengan persekolahan tradisional. Jangankan
dengan persekolahan umum/negeri. Dan masyarakat yang baik tidak memerlukan
pola-pola wajib belajar, atau proses belajar mengajar mata pelajaran yang
diwajibkan.
Jika
maksud atau niat penting artinya untuk mengenali berbagai cabang anarkisme
pendidikan, namun niat semacam itu seringkali sulit dikenali. Apa yang menjadi tujuan-tujuan yang
melatarbelakangi kebanyakan pemikiran anarkis pendidikan sulit ditentukan
adalah karena mereka lebih terang dalam hal menghapus (menegasikan) ketimbang
dalam hal meneguhkan (mendukung/menyetujui). Diagnosis mereka mengenai apa yang
salah dalam sistem persekolahan yang ada sekarang seringkali tepat dan
menyakinkan, namun resep apa yang mereka sodorkan untuk mengubahnya sering cenderung kabur dan tidak
menjadikan orang terbujuk. Ini menyebabkan munculnya kesulitan dalam menentukan
apakah kita berhadapan dengan seorang anarkis yang menganggap bahwa penghapusan
sekolah adalah sebuah jalan untuk
menjungkirbalikkan sistem sosial yang ada demi menaikkan sebuah
sosialisme yang lebih berkemanusiaan, ataukah ia menganggap bahwa penghapusan
sekolah adalah sebuah cara melenyapkan kekangan-kekangan politis tradisional
serta mendirikan sebuah masyarakat yang sama sekali baru yang didasari
individualism kolektif.
Anarkisme dalam sebuah pendidikan
Tujuan
utama pendidikan adalah untuk membawa
pembaharuan/perombakan berskala besar dan segera, di dalam masyarakat dengan
cara menghilangkan persekolahan wajib.
(+)
Tujuan-tujuan sekolah
Sistem
persekolahan formal yang ada sekarang dihapuskan sepenuhnya dan digantikan
dengan sebuah pola belajar sukarela serta mengarahkan diri sendiri, akses yang
bebas dan universal ke bahan-bahan pendidikan serta kesempatan-kesempatan
belajar mesti disediakan namun tanpa sistem pengajaran wajib.
(+)
Ciri-ciri umum anarkisme pendidikan
Menganggap
bahwa pengetahuan adalah sebuah keluaran sampingan (by product) alamiah dari
kehidupan sehari-hari.
Menganggap
kepribadian individual sebagai sebuah nilai yang melampaui tuntutan-tuntutan
masyarakat manapun.
Menekankan
pilihan bebas dan penentuan nasib sendiri dalam sebuah latar belakang sosial
yang waras dan humanistic (berorientasi pada pribadi).
Menganggap pendidikan sebagai sebuah fungsi alamiah dari
kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan sosial yang rasional dan produktif
Memusatkan
perhatian kepada perkembangan sebuah masyarakat pendidikan yang melenyapkan
atau secara radikal menimimalisir keperluan akan adanya sekolah-sekolah formal, juga seluruh
kekangan terlembaga lainnya atas
perilaku personal. Menekankan masa depan paska-kesejarahan dimana orang
akan mampu berfungsi sebagai makhluk-makhluk bermoral yang mengatur diri
sendiri.
Menekankan
perubahan berkelanjutan serta pembaharuan diri didalam sebuah masyarakat yang
secara tetap lahir kembali, menekankan kebutuhan untuk meminimkan dan/atau mengenyahkan
kekangan-kekangan terlembaga atas perilaku personal.
Didasarkan
pada sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian
pengetahuan secara ilmiah-rasional) dan atau berlandaskan prakiraan-prakiraan
yang sesuai dengan sistem penyelidikan semacam itu.
Berdiri
di atas prakiraan-prakiraan anarkis atau
semu anarkistis mengenai bisa disempurnakannya moral manusia dibawah
kondisi-kondisi yang paling puncak.
Menganggap
bahwa wewenang intelektual secara tepat ada ditangan mereka yang secara tepat
telah mendiagnosis konflik dasar yang ada antara keperluan-keperluan individual
dengan tuntutan-tuntutan negara.
(+)
Anak sebagai pelajar
Anak-anak
cenderung menjadi baik (yakni, menginginkan tindakan yang efektif dan
tercerahkan) ketika anak-anak itu diasuh dalam sebuah masyarakat yang baik
(yakni yang rasional dan berkemanusiaan).
Perbedaan-perbedaan
antar individu bergerak menentang kebijaksanaan meresepkan
pengalaman-pengalaman pendidikan yang sama atau serupa bagi setiap orang.
Anak-anak
secara moral setara, dan mereka mesti mendapatkan kesempatan-kesempatan
untuk belajar apapun yang mereka pilih
sendiri, demi memperoleh tujuan apapun
yang mereka anggap layak dikejar.
Kedirian
(kepribadian) tumbuh dari pengkondisian sosial, dan diri yang bersifat sosial
ini menjadi landasan bagi seluruh
penentuan ‘diri’ selanjutnya. Anak bebas hanya dalam konteks determinisme
sosial dan psikologis. Masyarakat dan negara tidaklah sama artinya (tidak
sinonim). Masyarakat adalah perlu bagi pemenuhan diri. Tetapi negara
menghalangi perwujudan sepenuhnya masyarakat tersebut.
(+)
Administrasi dan pengendalian
Wewenang
pendidikan mesti dikembalikan kepada rakyat dengan mengizinkan setiap orang
mengendalikan hakikat dan pelaksanaan perkembangan dirinya sendiri.
Tidak
perlu ada wewenang khusus yang diberikan pada guru sebagai guru.
(+)
Sifat-sifat kurikulum
Sekolah
harus dihapuskan demi memperbesar pilihan personal yang bebas
Pendidikan
tidak sama dengan persekolahan; satu-satunya kegiatan belajar yang sebenarnya
hanyalah belajar yang ditentukan sendiri; dan ini hanya bisa berlangsung secara
efektif di dalam sebuah masyarakat yang tanpa sekolah
Penekanan
harus diletakkan pada pemungkinan tiap individu untuk menentukan tujuan-tujuan belajar sendiri.
Di
dalam tuntutan-tuntutan yang dikenakan oleh sistem keberadaan sosial manapun
(yang mengisyaratkan perlunya pengalaman-pengalaman sosial tertentu dan dengan
demikian juga kegiatan belajar bersama/umum), seluruh kegiatan belajar harus
ditentukan sendiri oleh yang belajar.
Penekanan
harus diletakkan pada apa yang relevan personal dengan mengorbankan pembedaan
tradisional antara apa yang akademis, yang intelektual dan yang praktis,
Penekanan
harus diletakkan pada apa yang relevan secara personal dengan mengorbankan
pembedaan tradisional antara apa yang akademis, yang intelektual, dan yang
praktis.
Setiap
orang harus bebas untuk menentukan
hakikat dan sejauh mana ia akan belajar.
(+)
Metode-metode pengajaran dan penilaian hasil belajar
Siswa
secara individual mesti menjadi penentu metode-metode pengajaran mana yang
paling sesuai dengan tujuan-tujuan dan rancangan-rancangan pendidikannya
sendiri.
Nilai
disiplin dan hapalan serta lain-lainnya yang berkaitan dengan itu harus
dibiarkan menjadi rahasia orang yang belajar itu sendiri; mereka yang
menghendaki pendekatan-pendekatan direktif atau otoritarian terhadap kegiatan
belajar mesti bebas untuk memilh
pendekatan seperti itu dengan dasar individual.
Peran-peran
tradisional guru dan siswa yang diterapkan oleh lembaga harus dihapuskan.
Guru
adalah sebuah aspek yang bisa dihapus/dibuang (atau paling banter, menjadi
sebuah pilihan saja), dari proses pendidikan
Penilaian/evaluasi
yang terbaik adalah penilaian diri sendiri, yang harus difungsikan hampir
secara ekslusif untuk tujuan persaingan
diri
Secara
alamiah manusia bersifat sosial dan maju bekerjasama. Dan sejalan dengan itu,
kegiatan belajar harus menekankan kerjasama serta meminimalkan persaingan
antarpribadi demi ganjaran-ganjaran. Lantaran individu secara alamiah bersifat
menwujudkan diri, maka ia secara intrinsic memiliki persaingan diri, serta
tidak memerlukan dorongan dari luar untuk
belajar.
Pembedaan
tradisional antara yang kognitif, afektif dan interpersonal adalah pembeda
palsu/artifisal dan tidak produktif dalam memandang proses belajar yang
sebenarnya bersifat total serta organis.
Bisa
dikatakan bahwa seluruh lembaga sosial yang berkelanjutan dan melestarikan diri
sendiri harus dimusnahkan seluruhnya
Bimbingan
dan penyuluhan individual, serta terapi kejiwaan, sebagaimana itu dilaksanakan
melalui sekolah-sekolah, hanyalah satu bagian dari sistem pembatasan sosial
yang dalam kenyataan menyebabkan timbulnya berbagai problema kejiwaan yang
mereka pura-pura sembuhkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi,
didasarkan suatu pendidikan harus dipandang dengan adanya keterkaitan
masyarakat yang sangat penting, bagi kaum anarkis. Individu merupakan bagian
masyarakat yang dimana psikologis atau development karena individu ditentukan
pada intinya di bawah oleh keanggotaan sosial.
Saran
Didalam
melakukan suatu pendidikan, jangan menganggap sesuatu yang mudah tidak penting.
Karena bagian masyarakat berperan penting masalah pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Cohn-Bendit,
Daniel, dan Gabriel, Cohn Bendit, Obsolette Comunism; the Left Wing
Alternative, terjemahan Arnold Pomerans, New York: McGraw-Hill Book co. 1968.
Goodman,
Paul, Compulsory Mis-education, New York; Vintage Books, 1966.
Holt
John, Freedom and Beyond, New York; E.P. Dutton, 1972.
Illich,
Ivan dkk, After Schooling, What?, Suntingan Allen Gartner, Colin Greer, dan
Frank Riesman, New York: Harper & Row, 1973.
0 komentar:
Posting Komentar